Mari Cari Tahu Apa Itu Hari Raya Galungan? Inilah Penjelasan Makna dan Sejarah bagi Umat Hindu

Foto
Foto/Hari Raya Galungan (infoseputarbali.com)
0 Komentar

RADARCIREBON.TV- Semua orang Hindu di Indonesia merayakan Hari Raya Galungan sebagai hari besar. Perayaan hari raya umat Hindu ini unik karena dirayakan dua kali setahun. Ada banyak kegiatan yang dilakukan selama perayaan.

Oleh karena itu, perayaan Hari Raya Galungan biasanya berlangsung kurang lebih sekitar 10 hari. Yuk, simak sejarah dan makna Hari Raya Galungan di bawah ini!

1. Sejarah singkat Hari Raya Galungan

Menurut laman resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng, Drs. I Gusti Agung Gede Putra, mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI, mengatakan bahwa umat Hindu di seluruh Indonesia telah merayakan Hari Raya Galungan sebelum perayaan yang sangat populer di Bali.

Baca Juga:Inilah Cara Termudah Daftar BRANKAS Digital untuk Investasi Emas LM AntamMengenal Hari Apa yang Diperingati pada 24 April 2025? Dari Angkutan Nasional dan Solidaritas Asia-Afrika

Namun, menurut lontar kuno yang disebut Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat atau Budha Kliwon Dungulan pada tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804.

Ditulis dalam kalimat, “Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.” Ini berarti perayaan Hari Raya Galungan pertama kali terjadi pada hari Rabu Kliwon (Wuku) Dungulan sasih kapat, tanggal 15 tahun 804 Saka.

Oleh karena itu, Hari Raya Galungan diperingati setiap enam bulan sekali pada hari Rabu wuku Dungulan, atau hari Budha Kliwon Dungulan. Menurut situs web resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng, perayaan Hari Raya Galungan pertama dan berikutnya berjarak 210 hari.

2. Makna Hari Raya Galungan

Galungan berasal dari kata “perang”, yang berasal dari bahasa Jawa Kuna. Hari raya umat Hindu ini juga disebut dungulan, yang merupakan kata yang berarti menang. Jurnal Kemenangan Menahan Hawa Nafsu: Sebuah Perbandingan Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Galungan, yang ditulis oleh Putri Maharani, menyatakan bahwa Hari Raya Galungan merupakan hari kemenangan dharma, atau kebaikan, atas adharma, atau kejahatan.

Selain itu, seperti yang dinyatakan di atas, Hari Raya Galungan juga dimaknai sebagai cara bagi umat Hindu untuk mengungkapkan rasa syukur atas semua berkat dan anugerah yang diberikan Tuhan yang Maha Kuasa. Akibatnya, Hari Raya Galungan dianggap sakral dan dinanti-nantikan oleh semua orang Hindu.

3. Rangkaian Hari Raya Galungan

Menurut situs web Pemerintah Kabupaten Buleleng, ada sejumlah kegiatan yang dilakukan selama perayaan Hari Raya Galungan, termasuk:

1. Tumpek Wariga

Masyarakat Bali merayakan Hari Tumpek Wariga, juga disebut Hari Tumpek Wariga Ista Dewata, dengan menyuguhkan banten atau sesaji yang terdiri dari bubuh (bubur) sumsum dalam berbagai warna yang menggambarkan berbagai produk pertanian, seperti:

Baca Juga:Kenapa 23 April Ditetapkan Sebagai Hari Buku Sedunia? Yuk Simak Sejarahnya!Cara Mudah Berlanggangan Shopee VIP: Gratis Ongkir Sepuasnya!

  • Bubuh putih sebagai simbol umbi-umbian
  • Bubuh bang sebagai simbol padang-padangan
  • Bubuh gadang sebagai simbol jenis pohon yang berkembangbiak secara generatif
  • Bubuh kuning sebagai simbol jenis pohon yang berkembangbiak secara vegetatif

Pada Hari Tumpek Wariga, semua pepohonan akan diciprati dengan tirta wangsuhpada, atau air suci yang dimintakan di pura, dan diberi banten berupa beberapa bubur sumsum dengan canang pesucian, sesayut tanem tuwuh, dan diisi dengan sasat. Setelah semua selesai, pemilik pohon akan mengelus atau mengetuk batang pohon sambil berkata,

Dadong- Dadong I Pekak anak kija I Pekak ye gelemI Pekak gelem apa dong?I Pekak gelem ngedNged, nged, nged

Kalimat di atas bermaksud bahwa pohon akan segera menghasilkan buah yang akan dimakan saat Hari Raya Galungan. Hari Tumpek Wariga sebenarnya dimaksudkan untuk memuja Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuhan, atau Sang Hyang Sangkara. Mereka biasanya melakukan upacara ini 25 hari sebelum Galungan.

2. Sugihan Jawa

Rangkaian kegiatan kedua Galungan ini berasal dari kata “sugi”, yang berarti “bersih” dan “jawa”, yang berarti “luar.” Oleh karena itu, Sugihan Jawa adalah hari untuk membersihkan atau menyucikan segala sesuatu yang berada di luar manusia atau Bhuana Agung.

Pada hari Sugihan Jawa ini, upacara yang dikenal sebagai Mererebu atau Mererebon akan dilakukan untuk menghilangkan unsur-unsur buruk dari Merajan atau pura keluarga dan rumah masing-masing. Di daerah pura biasanya membuat babi guling, yang kemudian dibagikan kepada orang-orang di sekitarnya. Setiap hari Kamis Wage atau Wuku Sungsang, sugihan Jawa ini dirayakan.

3. Sugihan Bali

Sugihan Bali, yang terdiri dari dua kata, sugi, yang berarti bersih, dan bali, yang berarti dalam, berbeda dengan Sugihan Jawa, yang berarti menyucikan.

Sugihan Bali biasanya dilakukan setiap hari Jumat Kliwon Wuku Sungsang. Ini dilakukan dengan mandi dan meminta Tirta Gocara pada Sulinggih sebagai simbol penyucian jiwa untuk menyambut Hari Raya Galungan.

4. Hari Penyekeban

Umat Hindu harus mengekang diri masing-masing pada Hari Penyekeban untuk menghindari melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama mereka. Minggu Pahing Wuku Dungulan adalah hari di mana hari Penyekeban diadakan.

5. Hari Penyajan

Ini adalah hari Senin Pon Wuku Dungulan, dan istilah “saja” berarti benar atau serius. Hari Penyajan dimaksudkan untuk memastikan bahwa orang Hindu sedang mempersiapkan diri untuk perayaan Hari Raya Galungan. Sebagian orang percaya bahwa pada Hari Penyajan, Bhuta Dungulan akan menggoda orang Hindu untuk melanggar ajaran agama mereka.

6. Hari Penampahan

Umat Hindu akan melakukan penjor pada Hari Penampahan ini. Hiasan ini dibuat dari batang bambu melengkung yang dimasukkan ke dalamnya. Penjor ini digunakan untuk menunjukkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.

Umat Hindu tidak hanya menyembelih penjor, tetapi mereka juga menyembelih babi, yang dagingnya digunakan sebagai pelengkap upacara. Mereka melakukan ini sebagai simbol membunuh semua nafsu yang ada dalam diri manusia.

Menurut masyarakat Bali, pada Hari Penampahan ini, para leluhur akan mengunjungi keturunannya. Oleh karena itu, orang Bali juga memberikan hadiah kecil kepada leluhur mereka, termasuk nasi, lauk-pauk, buah, kopi, rokok, air, dan lekesan, yang terdiri dari daun sirih dan pinang.

7. Hari Raya Galungan

Hari Raya Galungan biasanya dimulai dengan sembahyang di rumah masing-masing hingga ke pura di sekitarnya. Orang Hindu di luar Pulau Bali juga melakukan tradisi pulang kampung, sembahyang di tempat mereka lahir.

Bagi orang Hindu yang masih memiliki anggota keluarga yang masih hidup yang dikubur atau masih hidup, mereka harus membawa banten atau sesajen ke kuburan mereka. Proses ini disebut sebagai mamunjung ka setra kuburan.

8. Hari Umanis Galungan

Umat Hindu akan melakukan sembahyang pada Hari Umanis Galungan, dan kemudian mereka akan melakukan dharma santi, yang merupakan tradisi mengunjungi saudara atau mengunjungi tempat wisata bersama keluarga.

Selain itu, anak-anak melakukan tradisi unik, seperti ngelawang atau menarikan barong, yang diiringi musik gamelan dari rumah ke rumah. Anak-anak biasanya datang ke rumah masyarakat dengan canang dan sesari atau uang.

Orang percaya bahwa tradisi ngelawang ini dapat menghilangkan aura buruk. Kamis Umanis Wuku Dungulan adalah tanggal pelaksanaan acara Galungan ini.

Selamat Hari Raya Galungan untuk mereka yang merayakannya! Ini adalah sejarah lengkap Hari Raya Galungan, bersama dengan maknanya dan berbagai aktivitasnya.

0 Komentar