Manan yang setia berjualan es cuing sejak tahun 1978, ia masih berjualan dengan mempertahankan pikulannya. Meski omzetnya menurun signifikan dibanding musim kemarau lalu, Manan tetap berjualan karena tidak ingin mengecewakan pelanggannya yang selalu menunggu ia dan anaknya berjualan.
Sudah berjualan sejak tahun 1978, Manan tetap setia berjualan es cuing khas Cirebon di sekitar Jalan Kesambi bersama dengan pikulannya yang tidak pernah ia gantikan. Saat masih muda, ia sering berjualan dengan memikul dagangannya yang memiliki berat hampir 80 kilogram dari rumahnya di sekitar Desa Astapada, Tengah Tani, berkeliling Kota Cirebon seperti Kesambi Dalam, Pekalipan, dan Lawanggada.
Namun, karena usia, ia sekarang hanya mampu menggunakan sepeda ontel dari rumahnya untuk membawa keperluan dagangannya saja, sementara pikulannya ditinggal di tempat ia mangkal. Anaknya juga meneruskan usaha es cuingnya dengan mendorong gerobak keliling Kota Cirebon, yang sesekali menggantikan Manan saat ia sedang kurang sehat, terlebih di musim hujan seperti beberapa bulan terakhir.
Baca Juga:Pj Walikota Tinjau Dapur MBG Di Dua Lokasi – VideoPengembangan Wilayah Selatan Kota Cirebon Jadi Tantangan Kepala Daerah Baru – Video
Selain semakin sering sakit, musim hujan juga membuat penghasilannya berkurang drastis karena ia kerap terjebak hujan saat hendak berjualan. Penghasilan rata-ratanya yang biasa diperoleh hingga 500 ribu rupiah pada saat kemarau berkurang menjadi 300 ribu rupiah saat hujan turun di sore hari. Bahkan, pernah tidak mendapatkan penghasilan pada hari itu karena ia libur berjualan.
Dijual mulai dari 5.000 rupiah per mangkuk, citarasa segar cuing yang dipadukan dengan manisnya daging kelapa muda dan legitnya bubur sumsum masih kerap ditunggu pelanggan setianya yang bahkan rela kembali keesokan harinya jika ia sedang libur karena hujan. Manan berjualan mulai pukul 10 pagi hingga pukul 3 sore. Jika hujan, ia akan lebih awal menutup dagangannya.