RADARCIREBON.TV- Masyarakat sangat khawatir tentang rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada Januari 2025 terhadap semua barang dan jasa, kecuali barang kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan beberapa lainnya.
Jika itu benar, rakyat pasti akan menderita karena mereka menanggung beban berat atas penghasilan pas-pasan yang semakin berkurang akibat pajak.
Penderitaan ini seharusnya tidak hanya ditunjukkan kepada negara tetapi juga kepada pencipta sistem pajak pertama.
Baca Juga:Rokok Murah Jadi Pilihan, Begini Imbasnya pada Penerimaan Cukai Tembakau IndonesiaRI Terancam! Pemanasan Global Sebabkan Kenaikan Air Laut, Pulau-Pulau Bisa Hilang!
Pada tahun 1811, Thomas Stanford Raffles, yang datang ke Hindia Belanda atas nama Kerajaan Inggris, memperkenalkan sistem pajak baru di Indonesia, setelah ribuan tahun dicetuskan oleh Firaun.
Raffles (1811–1816) adalah penguasa Barat pertama yang membangun dasar keuangan untuk negara kolonial Indonesia baru. Dia berpendapat bahwa pajak harus digunakan untuk membiayai Inggris dan koloninya.
Dalam bukunya, Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2018), Ong Hok Ham menyatakan bahwa dia adalah orang yang menciptakan konsep pajak.
Raffles secara teoritis percaya bahwa Inggris memiliki semua tanah di Jawa sebagai ganti kepemilikan raja-raja. Akibatnya, petani yang memiliki atau bekerja di tanah orang harus membayar pajak tanah.
Namun, praktiknya berlaku secara individual dan tidak seperti upeti.
Ong Hok Ham menyatakan, “Pajak tanah Raffles adalah atas petani individu dan bukan desa atau wilayah. Dan itu berupa uang.”
Meskipun demikian, Raffles tidak merasakan manfaat dari gagasan untuk menerapkan sistem pajak di Pulau Jawa karena dia harus meninggalkan Hindia Belanda pada tahun 1816, setelah penguasa baru menerapkan pajak secara ketat.
Pada tahun 1870, pemerintah kolonial memperkenalkan pajak jual beli, pajak usaha, dan pajak pribadi.
Baca Juga:Pesan Rahasia dari Mars Terpecahkan! Inilah yang Tersembunyi di Balik Sinyal Alien yang Mengguncang IlmuanHuawei Tantang Dominasi AS! Rencana Kejutkan dengan Produksi Chip AI Massal pada 2025
Oleh karena itu, target pajak mencakup tidak hanya penduduk asli, tetapi juga orang Eropa dan penduduk kaya.
Namun, penduduk asli masih merupakan penyumbang pajak terbesar ke pendapatan pemerintah Hindia Belanda.
Ong menulis bahwa penduduk pribumi, yang sebagian besar terkena pajak tanah pada dasawarsa pertama abad ke-20, menyumbang 60% penghasilan Hindia Belanda.
Namun, karena tidak ada timbal balik antara negara dan rakyat, sistem pajak kolonial hanya menguntungkan pemerintah.
Konsep pajak diubah oleh negara modern berdasarkan masalah ini. tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan.