Seiring dengan menjamurnya transportasi online, serta munculnya moda transportasi alternatif seperti microbus shuttle dan travel ilegal dengan plat hitam, keberlangsungan angkutan microbus ELF antar kota semakin terancam. Salah satu yang merasakan dampaknya adalah Yayan, seorang sopir ELF dengan trayek Cirebon-Kadipaten-Bandung. Ia mengaku mengalami penurunan omzet sejak pandemi hingga sekarang.
Microbus ELF yang biasa beroperasi di depan Terminal Harjamukti Kota Cirebon kini semakin sepi penumpang, terutama dalam dua tahun terakhir. Banyak penumpang yang beralih ke moda transportasi alternatif. Yayan, yang harus menyetorkan 300 ribu rupiah setiap hari kepada pemilik ELF, juga harus mengeluarkan biaya harian untuk solar yang bisa mencapai 220 ribu rupiah. Namun, penghasilannya kerap kali kurang dari 150 ribu rupiah per hari. Jika jumlah penumpang sangat sedikit, pemilik ELF memberikan keringanan setoran.
Dibandingkan dengan sebelum pandemi, penumpang yang mencapai tujuan akhir seperti Terminal Cicaheum, Bandung, semakin jarang. Yayan lebih sering mendapatkan penumpang jarak pendek yang masih sesuai dengan jalur trayeknya. Selain itu, pembatasan pembelian solar juga menjadi tantangan tersendiri baginya, mengingat trayeknya cukup panjang dan membutuhkan bahan bakar yang tidak sedikit.
Baca Juga:Gelar Seminar, TBM Sejuta Harapan Tumbuhkan Budaya Literasi MasyarakatTradisi Bebarik Desa Kanci Kembali Digelar, Warga Ungkapkan Syukur dan Harapan untuk Keberkahan
Yayan berharap kepada presiden yang baru dilantik, Prabowo Subianto, agar dapat lebih memperhatikan kesejahteraan rakyat, khususnya mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan dan mengandalkan pekerjaan seperti dirinya.