Musim kemarau yang panjang dengan panas yang menyengat ternyata tidak membawa berkah bagi ribuan petani garam di pesisir Pantai Utara Kabupaten Cirebon. Sabtu siang, di tengah puncak panen garam, para petani justru harus gigit jari karena harga garam terjun bebas dari 800 rupiah menjadi 400 rupiah per kilogram. Dengan harga ini, para petani kesulitan menutup modal hingga biaya produksi mereka.
Tidak adanya hujan selama tiga bulan terakhir membuat petani garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, menambah jam kerja mereka demi meningkatkan produksi garam. Para petani yang rata-rata mengolah lima hingga delapan kolam garam terus berupaya menggenjot hasil panen di puncak musim garam ini. Bahkan, rata-rata petani mampu memanen garam setiap harinya sebanyak delapan karung atau sekitar empat kuintal hingga satu ton.
Namun, harapan mereka untuk mendapatkan keuntungan dari puncak musim garam ini tidak sebanding dengan harga yang merosot tajam. Garam yang sebelumnya dihargai 800 hingga 1.000 rupiah per kilogram kini hanya dihargai 400 rupiah. Harga yang tidak sebanding dengan biaya produksi ini membuat para petani garam harus menerima kenyataan pahit di musim ini.
Baca Juga:Temui Warga KBB, Jeje: Belanja Masalah hingga Mendengar Keluhan soal UMKM hingga InfrastrukturSenam Sehat Bareng Ribuan Warga Lembang, Pasangan Jeje-Asep Makin Lengket
Melimpahnya produksi garam dan tidak adanya aturan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) membuat para tengkulak atau penimbang memainkan harga, yang pada akhirnya merugikan petani garam. Lebih buruk lagi, biaya pengangkutan garam dari tambak ke lokasi penimbangan juga dibebankan kepada petani.
Selama beberapa tahun terakhir, petani garam selalu terpuruk saat puncak musim garam tiba. Tidak adanya aturan atau badan yang menaungi para petani membuat harga garam tidak pernah stabil. Mereka berharap pemerintah segera turun tangan menangani persoalan harga garam ini agar tidak terus menerus merosot dan merugikan petani.