Accepted: Petualangan Komedi yang Menggugah Tentang Pencarian Identitas di Kampus Fiktif

Accepted/IMDb
Accepted/IMDb
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – “Accepted” adalah film komedi Amerika yang dirilis pada tahun 2006.

Disutradarai oleh Steve Pink dan dibintangi oleh Justin Long, Jonah Hill, Blake Lively, dan beberapa aktor lainnya, film ini menawarkan pandangan yang lucu dan segar tentang sistem pendidikan tinggi di Amerika Serikat.

Dengan menggabungkan humor dan kritikan sosial, “Accepted” berhasil menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan.

Baca Juga:Review Superbad: Petualangan Tak Terduga Dua Sahabat di Ambang KelulusanSinopsis Film Coherence: Ketika Sebuah Kometa Membuka Dimensi yang Berbeda

Plot dan Karakter Utama

Cerita “Accepted” berfokus pada Bartleby “B” Gaines (diperankan oleh Justin Long), seorang siswa SMA yang cerdas namun kurang berprestasi.

Bartleby adalah seorang pemuda yang kreatif dan penuh ide, tetapi sayangnya, ia tidak diterima di perguruan tinggi mana pun setelah lulus SMA.

Orang tuanya sangat kecewa dengan kegagalannya masuk perguruan tinggi, dan tekanan ini memotivasi Bartleby untuk menemukan solusi alternatif agar dapat diterima oleh keluarganya dan lingkungannya.

Untuk menghindari rasa malu karena tidak diterima di perguruan tinggi, Bartleby mendapatkan ide gila: ia memutuskan untuk membuat surat penerimaan palsu dari sebuah universitas fiktif yang ia buat sendiri, South Harmon Institute of Technology (SHIT).

Bersama dengan teman-temannya yang juga mengalami nasib serupa – Schrader (Jonah Hill), Rory (Maria Thayer), dan Hands (Columbus Short) – mereka mendirikan kampus palsu tersebut di sebuah gedung bekas rumah sakit jiwa yang sudah lama terbengkalai.

Mendirikan Kampus Palsu

Proses pendirian SHIT ini penuh dengan kekacauan dan kegilaan.

Bartleby dan teman-temannya dengan cepat mulai merancang situs web palsu, membuat brosur, dan bahkan mempekerjakan seorang penjaga keamanan yang eksentrik bernama Ben Lewis (Lewis Black) untuk berperan sebagai dekan mereka.

Baca Juga:Ulasan Film 'Joni's Promise': Sebuah Kisah Tentang Tekad yang Tak Pernah PudarDari Awal Hingga Akhir: Memahami Sinopsis 'What's Up with Cinta?' Secara Mendalam

Namun, keadaan menjadi lebih rumit ketika situs web mereka yang palsu tersebut ternyata menarik perhatian ribuan siswa lainnya yang juga tidak diterima di perguruan tinggi lain.

Tanpa disangka, banyak calon mahasiswa yang juga diterima di kampus palsu ini dan datang untuk mendaftar.

Para siswa baru ini datang dari latar belakang yang beragam, tetapi semuanya memiliki satu kesamaan: mereka semua ditolak oleh perguruan tinggi lain.

Dengan kebingungan yang semakin meningkat, Bartleby dan timnya harus berpura-pura bahwa kampus palsu mereka benar-benar berfungsi sebagai lembaga pendidikan tinggi yang sah.

Kehidupan di Kampus Fiktif

Meskipun pada awalnya mereka hanya berniat untuk bersenang-senang, Bartleby dan teman-temannya segera menyadari bahwa banyak mahasiswa yang datang ke SHIT benar-benar mencari tempat di mana mereka dapat merasa diterima dan dihargai.

Tanpa kurikulum yang jelas atau struktur pendidikan yang konvensional, para siswa di SHIT mulai mengembangkan kelas dan kegiatan berdasarkan minat dan keahlian mereka sendiri.

Beberapa mata pelajaran unik yang muncul termasuk “Guitar Hero”, “Skateboarding”, dan “Meditasi”.

Bartleby, yang awalnya hanya ingin menghindari rasa malu karena tidak masuk perguruan tinggi, mulai menyadari bahwa SHIT telah menjadi lebih dari sekadar kampus palsu.

Kampus ini menjadi tempat di mana orang-orang yang tidak diterima di masyarakat dapat menemukan jati diri mereka, mengeksplorasi minat mereka, dan belajar tanpa batasan tradisional yang kaku.

SHIT, dalam segala kebodohannya, memberikan pengalaman pendidikan yang berbeda tetapi berharga bagi para siswanya.

Konflik dan Puncak Cerita

Namun, tidak semua orang setuju dengan pendekatan unik SHIT. Harmon College, sebuah perguruan tinggi elit di dekatnya, merasa terancam oleh keberadaan SHIT dan berusaha keras untuk menutupnya.

Dekan Harmon College, Richard Van Horne (Anthony Heald), melihat SHIT sebagai ancaman terhadap reputasi dan bisnis mereka.

Mereka menggunakan segala cara, termasuk pendekatan hukum, untuk menutup SHIT dan mengembalikan “ketertiban” ke dunia pendidikan tinggi.

Di tengah-tengah tekanan ini, Bartleby menghadapi dilema moral.

Apakah dia harus mengungkapkan kebenaran tentang kampus palsu ini dan mengecewakan ribuan siswa yang telah menemukan rumah kedua mereka di SHIT?

Ataukah dia harus terus mempertahankan ilusi ini, meskipun itu berarti melanggar hukum dan menghadapi konsekuensi yang serius?

Dalam sebuah momen klimaks, Bartleby memutuskan untuk berbicara di depan Dewan Pendidikan untuk memperjuangkan hak SHIT untuk ada.

Dalam pidatonya yang berapi-api, dia mengkritik sistem pendidikan tradisional yang menurutnya sering kali membatasi kreativitas dan kebebasan berpikir para siswa.

Dia menyatakan bahwa pendidikan sejati seharusnya memberikan ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi minat mereka dan menemukan apa yang benar-benar membuat mereka bersemangat.

Bartleby berhasil meyakinkan Dewan Pendidikan untuk memberikan SHIT lisensi percobaan untuk tetap beroperasi sebagai lembaga pendidikan yang sah.

Akhirnya, SHIT diakui sebagai kampus alternatif yang sah, meskipun dengan beberapa batasan dan regulasi yang harus mereka ikuti.

Penutup dan Pesan Moral

“Accepted” adalah sebuah film yang tidak hanya menghadirkan tawa dan hiburan, tetapi juga memberikan pesan penting tentang penerimaan, kreativitas, dan keberanian untuk berpikir di luar kotak.

Film ini mengajak penonton untuk mempertanyakan definisi sukses dan kegagalan dalam konteks pendidikan dan kehidupan.

Melalui karakter Bartleby dan teman-temannya, “Accepted” menunjukkan bahwa tidak ada satu jalan yang benar untuk mencapai kesuksesan atau kebahagiaan.

Terkadang, penting untuk menciptakan jalan kita sendiri, meskipun itu berarti melawan arus dan melanggar norma-norma yang ada.

Dengan pendekatan yang lucu namun penuh makna, “Accepted” berhasil menjadi film yang menghibur sekaligus memprovokasi pemikiran, meninggalkan kesan yang mendalam bagi siapa saja yang menontonnya.

Film ini menegaskan bahwa setiap individu berhak untuk mencari tempat di mana mereka merasa diterima dan dihargai, serta memiliki kesempatan untuk belajar dan tumbuh sesuai dengan keunikan mereka masing-masing.

0 Komentar