RADARCIREBON.TV Unggahan Garuda biru dengan tulisan “Peringatan Darurat” kini bertebaran di berbagai platform media sosial.
Tak hanya itu, unggahan tersebut juga banyak disertai dengan tagar #KawalPutusanMK dan #Kawaldemokrasi.
Hari ini, Kamis (22/8/2024), berbagai elemen masyarakat bakal menggelar aksi demo di depan Gedung DPR RI, Jakarta, menyusul “Peringatan Darurat” tersebut.
Baca Juga:10 Artis Ikut Demo Peringatan Darurat Indonesia di Gedung RI Jakarta10 Macam Ide Lomba 17 Agustus Unik dan Kekinian
Tak hanya di Jakarta, aksi demo juga digelar di berbagai daerah, seperti Yogyakarta dan Bandung.
Lantas, kenapa muncul peringatan darurat Indonesia?
Alasan di balik munculnya peringatan darurat Indonesia
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (21/8/2024), gambar Garuda Pancasila bertuliskan “Peringatan Darurat” dengan latar belakang biru itu berasal dari tangkapan layar tayangan analog horor buatan EAS Indonesia Concept.
Banyak warganet yang mengunggah gambar tersebut usai DPR dinilai melakukan tindakan inkonstitusional karena mengabaikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk revisi UU Pilkada dinilai merancang pembangkangan atas dua putusan MK sebelumnya.
Pertama, mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah pileg sebelumnya, suatu beleid yang dengan tegas sudah diputus MK bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua, mengembalikan batas usia minimal calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan.
Padahal, MK kemarin menegaskan bahwa titik hitung harus diambil pada penetapan pasangan calon oleh KPU.
Baca Juga:MK Tolak Ubah Syarat Batas Usia Calon Kepala Daerah, Kaesang Tak Bisa Maju Pilkada 2024Marselino Ferdinan Resmi Gabung Oleh Oxford United
Putusan MK tidak bisa dibatalkan DPR
Ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Oce Madril mengungkapkan, putusan MK bersifat final dan tidak bisa dibatalkan oleh DPR.
Menurutnya, putusan MK memiliki kekuatan eksekutorial, begitu dibacakan oleh hakim konstitusi.
“Maknanya, tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk mengubah putusan MK, termasuk oleh DPR,” ujar dia.
Putusan MK juga bersifat erga omnes atau bermakna mengikat untuk semua pihak tanpa terkecuali.
Oleh karena itu, DPR, KPU, Bawaslu, partai politik, dan masyarakat luas harus mematuhi isi putusan MK tersebut.
Jika ada pihak yang tidak mematuhi putusan MK, tindakan mereka bisa dianggap melawan hukum.
Terpisah, pakar hukum tata negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijati juga menyampaikan hal senada.
Susi menilai, putusan MK tidak dapat dianulir dengan revisi Undang-Undang yang sebelumnya dibatalkan oleh MK. Jika putusan hendak diubah, MK seharusnya mengeluarkan putusan lagi.
“Jika ada perubahan undang-undang yang tidak sesuai dengan putusan MK, (maka undang-undang itu) dikatakan sebagai tidak mematuhi hukum,” ucap dia