RADARCIREBON.TV- Permainan Congklak adalah salah satu permainan tradisional yang memiliki sejarah panjang dan kaya di berbagai budaya, terutama di Asia Tenggara, Afrika, dan Timur Tengah.
Permainan ini dikenal dengan berbagai nama, seperti “Mancala” di Afrika dan Timur Tengah, “Sungka” di Filipina, dan “Congkak” di Malaysia dan Indonesia.
Di Indonesia, congklak sering dimainkan oleh anak-anak dan menjadi bagian dari budaya lokal yang terus dilestarikan.
Baca Juga:5 Pelajaran Hidup dari Permainan Congklak, Mengatur Emosi dan Tingkatkan Kualitas DiriMengenal Keunikan Permainan Tradisional Congklak, Cara Bermain, Aturan, dan Manfaat
Asal-usul permainan congklak tidak diketahui dengan pasti, tetapi diyakini bahwa permainan ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Permainan sejenis ditemukan dalam peradaban Mesir kuno, di mana papan permainan dan batu-batu kecil ditemukan dalam makam para firaun.
Hal ini menunjukkan bahwa permainan ini mungkin telah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi.
Dari Mesir, permainan ini menyebar ke berbagai wilayah melalui perdagangan dan migrasi,
termasuk ke Afrika Barat, Timur Tengah, dan akhirnya ke Asia Tenggara melalui rute perdagangan maritim.
Di Indonesia, permainan congklak sudah dikenal sejak zaman kerajaan.
Permainan ini tersebar luas di berbagai daerah, terutama di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi.
Congklak sering dimainkan oleh perempuan, baik di dalam rumah maupun di luar rumah, sebagai hiburan dan juga sebagai cara untuk melatih keterampilan berhitung dan strategi.
Pada zaman dahulu, congklak juga dianggap sebagai permainan yang dapat mengajarkan kesabaran dan ketelitian.
Baca Juga:Seru! Begini Keseruan 5 Jenis Permainan Jadul 2 Orang, Mengasah Kreativitas dan Menjaga Kenangan Masa Kecil5 Hal Penting Mengapa Permainan Tradisional Perlu Dilestarikan, Menjaga Budaya Menjaga Keceriaan Bangsa
Papan congklak tradisional biasanya terbuat dari kayu, dengan lubang-lubang yang diukir di sepanjang papan.
Lubang-lubang tersebut berfungsi sebagai “rumah” untuk biji-bijian kecil, seperti kerang, batu, atau biji-bijian lainnya.
Papan congklak memiliki 14 lubang kecil yang dibagi menjadi dua baris, dengan dua lubang besar di kedua ujungnya sebagai “lumbung”.
Cara bermain congklak adalah dengan mengambil biji dari satu lubang dan mendistribusikannya ke lubang-lubang lain secara berurutan,
dengan tujuan mengumpulkan biji sebanyak mungkin di lumbung sendiri.
Seiring dengan perkembangan zaman, permainan congklak mulai kehilangan popularitasnya di kalangan anak-anak yang lebih tertarik pada permainan modern dan digital.
Namun, upaya pelestarian budaya lokal terus dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah dan komunitas budaya,
untuk memperkenalkan kembali permainan congklak kepada generasi muda.
Banyak sekolah dan taman bermain yang mulai memasukkan congklak sebagai bagian dari kegiatan ekstra kurikuler dan edukasi budaya.
Permainan congklak tidak hanya menjadi simbol kekayaan budaya, tetapi juga sebagai alat pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai penting, seperti strategi, kerjasama, dan kejujuran.
Dengan terus dilestarikan, congklak diharapkan tetap menjadi bagian dari warisan budaya yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.