RADARCIREBON.TV– Malingering, atau berpura-pura sakit, adalah perilaku di mana seseorang dengan sengaja berpura-pura memiliki gejala penyakit atau cedera
untuk mencapai tujuan tertentu, seperti keuntungan finansial, menghindari tugas atau tanggung jawab, atau memperoleh perhatian.
Fenomena ini dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk medis, hukum, dan pekerjaan.
Baca Juga:Euforia Hari Jadi Cirebon 597 tahun, Akan Ada Gelar Budaya Cirebon Guyub di Depan BAT- Catat TanggalnyaKehilangan Bahasa Daerah Adalah Maut! Ini yang Terjadi Setelah Bahasa Ibu Menghilang
Pengertian dan Klasifikasi Fenomena Malingering
Malingering berbeda dari gangguan buatan (factitious disorder) karena pada malingering, tujuan utama adalah mendapatkan keuntungan eksternal yang jelas,
sementara pada gangguan buatan, motivasinya lebih bersifat internal, seperti kebutuhan akan perhatian atau simpati.
Malingering juga bukan merupakan gangguan mental menurut Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), tetapi lebih dianggap sebagai perilaku yang disengaja.
Penyebab dan Motivasi Malingering
Ada beberapa motivasi yang mendasari malingering:
Keuntungan Finansial: Seseorang mungkin berpura-pura sakit untuk mendapatkan kompensasi asuransi atau tunjangan disabilitas.
Menghindari Tanggung Jawab: Misalnya, tentara yang berpura-pura sakit untuk menghindari tugas berbahaya atau siswa yang menghindari ujian.
Perlindungan Hukum: Terdakwa mungkin berpura-pura memiliki gangguan mental untuk menghindari hukuman atau mendapatkan pengurangan hukuman.
Perhatian dan Simpati: Beberapa orang mungkin melakukan malingering untuk mendapatkan perhatian atau simpati dari orang lain, meskipun ini lebih jarang dibandingkan dengan motivasi lainnya.
Baca Juga:Miris! 7 Provinsi di Indonesia Ini Paling Banyak Mengalami Kepunahan Bahasa Daerah- Mana Saja?6 Faktor Sebuah Bahasa Terancam Punah dari Penutur Jati
Dampak Malingering
Malingering memiliki berbagai dampak negatif, baik bagi individu maupun masyarakat:
Menyebabkan Pemborosan Sumber Daya: Tenaga medis, waktu, dan biaya digunakan untuk menangani keluhan palsu, yang seharusnya dapat dialokasikan untuk pasien yang benar-benar membutuhkan.
Merusak Kepercayaan: Malingering dapat merusak kepercayaan antara pasien dan tenaga medis serta antara individu dan sistem hukum atau pekerjaan.
Menimbulkan Stigma: Mereka yang benar-benar menderita gangguan atau cedera mungkin menghadapi stigma atau skeptisisme karena adanya kasus malingering.
Konsekuensi Hukum: Dalam beberapa kasus, malingering dapat berujung pada tindakan hukum jika terbukti melakukan penipuan.
Deteksi dan Penanganan Fenomena Malingering
Deteksi malingering bukanlah tugas yang mudah dan memerlukan evaluasi yang cermat. Beberapa metode yang digunakan meliputi:
Wawancara Klinis: Evaluasi menyeluruh oleh profesional kesehatan mental dapat membantu mengidentifikasi tanda-tanda malingering.
Tes Psikologis: Tes seperti Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) dapat digunakan untuk mendeteksi inkonsistensi dalam laporan gejala.
Pengawasan: Observasi perilaku dalam konteks yang berbeda dapat memberikan petunjuk mengenai keaslian gejala yang dilaporkan.
Malingering adalah fenomena kompleks yang memerlukan perhatian khusus dari profesional kesehatan, hukum, dan pekerjaan.
Dengan memahami motivasi dan dampaknya, serta menggunakan metode deteksi yang tepat,
kita dapat mengurangi prevalensi malingering dan memastikan sumber daya dialokasikan untuk mereka yang benar-benar membutuhkan.