Kekosongan aturan, disebut juga dengan istilah “regulasi abu-abu”, bisa menjadi celah kerawanan pelanggaran etik dan netralitas Aparatur Sipil Negara. Kerawanan ini bisa meningkat, khususnya di daerah dengan suhu politik tanpa bacabup dari petahana, atau daerah yang kini dipimpin oleh PJ Bupati maupun PJ Walikota.
Pernyataan ini merupakan bagian dari hasil riset “Indonesian Politics Research and Consulting” (IPRC) yang disampaikan dalam diskusi publik bertema “Isu-Isu Mutakhir dan Efek Birokrasi Jelang Pilkada Kabupaten Kuningan 2024”.
Direktur IPRC, Indra Purnama, menghadirkan tiga narasumber dalam acara ini. Yaitu dua peneliti dari akademisi, masing-masing Suwari Akhmaddhian, selaku Dekan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Kuningan; Fahmy Iss Wahyudy, peneliti senior IPRC sekaligus dosen FISIP Universitas Pasundan; dan Ketua Bawaslu Kuningan, Firman.
Baca Juga:KPU Kab. Cirebon Baru Serap 1,3 Miliar Selama Proses Pilkada – VideoNama Ketua FKKC Muncul Sebagai Calon Wakil Bupati Cirebon – Video
Menurut Indra, isu seputar Pilkada merupakan domain penelitian IPRC yang akan disampaikan kepada publik serta meneliti sejauh mana respon publik terhadap isu tersebut. Saat ini, isu terpanas di beberapa daerah termasuk Kabupaten Kuningan adalah netralitas ASN menjelang Pilkada serentak.
Kerawanan netralitas ASN yang dimaksud adalah ASN dengan jabatan pimpinan tinggi pratama maupun madya, dan beririsan dengan politik. Kuningan menjadi sorotan karena dikabarkan terdapat dua ASN yang bakal maju menjadi bacabup.
Penyebab kekosongan aturan di masa penjaringan bacabup sebelum penetapan resmi KPU membawa konsekuensi sulitnya penerapan sanksi dugaan pelanggaran. Kondisi ini berpengaruh besar terhadap pengambilan keputusan oleh lembaga pengawas pemilu maupun pihak terkait di pemerintahan.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 56, mengatur bahwa “Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang akan mencalonkan diri menjadi bupati dan wakil bupati, wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon. Lemahnya aturan ini adalah tidak mengatur untuk ASN secara keseluruhan.
Regulasi abu-abu dikhawatirkan memicu terjadinya penyalahgunaan fasilitas negara oleh calon kepala daerah dari kalangan birokrasi.
Sehingga, kesadaran secara etika dari bacabup ASN yang bersangkutan untuk mengajukan cuti di luar tanggungan negara sangat diperlukan di masa penjaringan bacabup, untuk meminimalisasi dugaan pelanggaran.