BRIN Luncurkan Luncurkan Satelit Konstelasi Nusantara Equatorial IoT (NEI).

Foto
foto/Saletit kebencanaan (www.brin.go.id)
0 Komentar

RadarCirebon.Tv-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang mengembangkan konstelasi satelit nasional.  Selain satelit konstelasi Nusantara Earth Observation (NEO), BRIN juga mengembangkan satelit konstelasi Nusantara Equatorial IoT (NEI).

Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Teknologi Satelit, Eriko Nasemudin Nasser mengatakan, satelit NEI di rencanakan berjumlah 10 unit untuk mencakup seluruh wilayah Indonesia dan akan mengorbit di lintasan ekuatorial. 

Satelit yang beroperasi berjumlah sembilan unit, sedangkan satu satelit lainnya menjadi cadangan.

Baca Juga:Kementerian ESDM akan Adopsi hidrogen Sebesar 125.594-245.462 Ton Pada Tahun 2025BBMKG peringatkan Adanya Angin Kencang Untuk Daerah Bali.

Eriko menjelaskan, misi utama satelit NEI yaitu sistem peringatan dini bencana.

Satelit akan mengumpulkan data dari berbagai sensor seperti TEWS (Tsunami Early Warning System), AWS (Automatic Weather System), sensor peringatan gempa dan magnetometer.

“TEWS merupakan sistem peringatan dini tsunami. Terdiri atas sensor pasang surut yang dapat mendeteksi dan mengukur ketinggian air laut di pantai serta tsunamibuoy yang dapat mendeteksi gelombang di lautan secara aktual,” ujar Eriko saat di hubungi Tim Humas Kawasan di Kawasan Sains Ibnoe Soebroto, Rancabungur, Bogor, Senin (20/5).

Adapun sensor AWS, lanjut Eriko, merupakan sebuah perangkat yang secara otomatis mengirimkan informasi cuaca seperti kecepatan angin, tekanan udara, kelembapan, temperatur, dan curah hujan.

“Sedangkan peringatan gempa menggunakan seismograf untuk mendeteksi dan merekam gempa.

Kemudian mengirimkan peringatan secara realtime kepada pusat informasi.

Selain itu, terdapat magnetometer untuk mengukur medan magnet bumi yang dapat di gunakan untuk memprediksi bencana,” tuturnya.

Eriko menyampaikan, misi kedua satelit NEI yaitu sistem komunikasi saat bencana. Pada saat kondisi darurat, sistem komunikasi yang bisa di andalkan adalah melalui satelit.

Sistem komunikasi menggunakan voice repeater menjadi salah satu solusi alternatif  yang murah dan mudah.

Baca Juga:Yuk Ikutan !! Pendaftaran Sayembarasa Roadshow di buka sejak 19 April hingga 22 Mei.Ini Dia Apresiasi Kinerja PT Bank Rakyat Indonesia terhadap AgenBRILink .

“Sistem ini telah di buktikan oleh satelit LAPAN-A2 yang membantu komunikasi darurat pada saat kondisi tanggap bencana,” tambahnya.

Misi lain dari satelit NEI di ungkapkan Eriko yaitu pengawasan maritim dan pemantauan pesawat udara. 

“Pengawasan maritim di lakukan secara otomatis dengan membawa muatan AIS (Automatic Identification System) untuk memantau kapal sebagaimana telah di lakukan oleh satelit LAPAN-A2 dan LAPAN-A3,” terangnya.

Begitupun dengan misi pemantauan pesawat udara menggunakan satelit, di jelaskan Eriko, tidak jauh berbeda dengan misi pengawasan maritim. Perbedaannya hanya pada muatan yang di perlukan, yaitu ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast).

“ADS-B merupakan alat bantu navigasi untuk pengawasan posisi pesawat selama melakukan pergerakan, dan secara berkala memberikan informasi kepada alat navigasi di pesawat, pilot, dan Air Traffic Controller (ATC).

Sistem tersebut di usulkan untuk meningkatkan kapabilitas penerimaan sinyal ADS-B tanpa harus membutuhkan dimensi perangkat yang besar.

Sebuah mikrokontroler di integrasikan pada sistem tersebut untuk mengatur dan mengolah data yang di terima,” paparnya.

Lebih lanjut Eriko mengungkapkan bahwa desain awal (preliminary design) satelit NEI sudah selesai sejak preliminary design review di lakukan (29 Desember 2020 – 22 January 2021). Sedangkan desain rinci (critical design) di level komponen telah di mulai sejak Februari 2021.

“Beberapa komponen seperti komponen muatan-muatan terkait AIS, ADS-B, dan IoT telah selesai di tahun 2023,” ujarnya.

Pada saat ini, tambah Eriko, di lakukan proses desain rinci (critical design) di level subsistem untuk muatan utama.

Sedangkan untuk subsistem dibawah Sistem Bus sedang merampungkan desain rinci (critical design) di level komponen seperti baterai.

Solar panel dan system deployment, struktur utama, sensor dan actuator subsistem ADCS (Attitude Determination And Control System), propulsi, OBC (On-Board Computer) dan TTC (Telemetry, Tracking and Command). 

“Tahun ini targetnya merampungkan desain rinci di level komponen. Sementara riset lainnya terkait efek radiasi di lingkungan orbit terhadap komponen elektronik.

Muatan satelit dan user terminal berbasis software design radio, solar panel deployment system and hold down release mechanism, Attitude and Orbit determination Control algorithm, dan lain-lain, masing-masing mempunyai target publikasi ilmiah dan kekayaan intelektual,” paparnya.

Eriko mengatakan, sistem satelit di operasikan secara realtime melalui konstelasi sembilan  satelit pada orbit ekuatorial dengan ketinggian 600 kilometer, sehingga dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia.

Untuk mendukung operasi realtime tersebut, di siapkan empat stasiun bumi pengendali di Bogor, Bukittinggi, Parepare, dan Biak.

Secara ekonomis, lanjutnya, penggunaan satelit ini akan meningkatkan efisiensi pembiayaan 9,5 kali lipat di bandingkan menyewa satelit asing.

Selain itu, terdapat penghematan devisa kurang lebih 111 juta USD per tahun. Sistem ini pun akan mendorong industri sensor kebencanaan berbasis satelit di Indonesia secara mandiri. 

0 Komentar