RadarCirebon.Tv- Dijamann sekarang banyak yang sedang membicarakan Emisi gas-gas yang di lepaskan ke atmosfer dari berbagai aktivitas manusia di bumi menimbulkan efek rumah kaca di atmosfer.
Gas-gas rumah kaca itu adalah karbon dioksida (CO2), belerang dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), gas metana (CH4), dan klorofluorokarbon (CFC).
Gas karbon sebagai pencemar utama di hasilkan dari pembakaran bahan bakar minyak, batu bara, dan bahan bakar organik lain.
Baca Juga:Net Zero Emissions Yang Akan di Kembangkan Oleh Pemda Kota Bogor Serta PT PLN.Senang Mendengarnya ! Angkot Listrik Di Uji Coba Di Kota Bogor ,Ini Kata Kepala Dishub Kota Bogor.
Gas karbon itu terakumulasi di lapisan atmosfer karena tak terserap tumbuhan atau kawasan hutan di darat dan padang lamun serta rumput laut di perairan yang luasannya menciut.
Sementara paparan panas matahari, terutama radiasi inframerah, tak bisa terpantul keluar atmosfer karena tertahan lapisan gas rumah kaca (GRK) yang menebal di lapisan udara atas.
Itu menyebabkan suhu Bumi terus naik,Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
Peningkatan konsentrasi GRK akibat aktivitas manusia itu menjadi penyebab utama naiknya suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20.
Model iklim yang di jadikan acuan oleh IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1,1 hingga 6,4 derajat celsius antara tahun 1990 dan 2100.
Kesimpulan itu di kuatkan hasil riset oleh 30 badan ilmiah dan akademik dunia. Salah satunya adalah lembaga riset di Amerika Serikat.
Scripps, yang mengukur emisi Karbon di oksida di Mauna Loa Observatory dari Juli 1958 hingga juli 2017.
Baca Juga:Rachmat Kaimuddin Bekerjasama dengan Indonesia International Motor Show Untuk Pengadaan Mobil Listrik.Irritable Bowel Syndrome (IBS) Apa Itu Sebuah Penyakit?? Jika Penasaran Yuk Simak Disini.
Hasilnya menunjukkan, emisi CO2 pada 1958 masih 315 bagian per sejuta (part per million/ppm) naik mencapai lebih dari 350 ppm tahun 1990.
Pada Juli 2015, emisi CO2 menjadi 401,61 ppm, naik terus hingga 407,25 pada juli 2017.
Perhitungan simulasi yang di hasilkan IPCC, efek rumah kaca meningkatkan suhu rata-rata Bumi 1 hingga 5 derajat celsius.
Jika kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang, itu akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 derajat celsius sekitar tahun 2030.
Menghangatnya suhu global itu tentu menimbulkan perubahan kondisi lingkungan bumi, terutama kekacauan pola cuaca dan iklim.
Untuk menekan dampak negatif itu, setiap negara kemudian meratifikasi Kesepakatan Paris dan berkomitmen untuk menjaga kenaikan suhu kurang dari 2 derajat celsius.
Dalam kaitan itu, masing-masing negara menargetkan pengurangan emisi GRK, terutama karbon, dalam kurun waktu tertentu.
Pemerintah Indonesia menetapkan target penurunan emisi karbon dari semua sektor pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan usaha sendiri atau sampai 41 persen dengan bantuan pendanaan dari luar negeri.
Pada target penurunan 41 persen itu, pemerintah berharap menjalin kerja sama dengan negara maju yang memiliki tingkat emisi karbon tinggi, melalui mekanisme “perdagangan karbon”.
Standardisasi
Upaya mereduksi emisi gas rumah kaca yang menjadi tren dunia itu mendorong penetapan standar internasional untuk pengukurannya.
Usulan penetapan standar dunia di bidang GRK itu di ajukan Indonesia, dalam hal ini Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Kepada Organisasi Standardisasi Dunia (International Organization for Standardization /ISO) pada tahun 2010.
“Namun, hal itu baru di setujui di bahas dan di rumuskan pada April 2015,” kata Kepala BSN Bambang Prasetyo.
Setelah melalui pembahasan panjang, pada 25 Juni lalu, ISO yang berkantor pusat di Geneva, Swiss.
Akhirnya menetapkan standar ISO 14080 yakni tentang manajemen gas rumah kaca dan aktivitas terkait.
Itu dia yang sedang banyak di bicarakan oleh pemerintahmengenai reduksi efek rumah kaca agar tidak menambah fokusi yang bisa memberikan dampak buruk bagi dunia.