300 massa dari Kelompok Tani Hutan atau KTH Silihwangi Majakuning datang ke Balai Taman Nasional Gunung Ciremai pada Rabu pagi. Para petani hutan di desa-desa penyangga kawasan taman nasional ini mengungkapkan kekecewaan mereka dan menuntut diwujudkannya perjanjian kerjasama pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di zona tradisional yang telah terbentuk.
Ketua Paguyuban, Eddy Syukur, menjelaskan bahwa kedatangan massa dari Kabupaten Kuningan dan Majalengka kali ini merupakan akumulasi dari kekecewaan setelah 3 tahun berjuang agar warga kembali memiliki akses kemitraan konservasi melalui pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Secara historis, masyarakat petani yang menggantungkan mata pencaharian pada HHBK di desa penyangga telah ada sejak lama. Namun, perubahan status menjadi taman nasional membuat sebagian warga kehilangan akses HHBK, sehingga warga di dua kabupaten mengusulkan pembentukan zona tradisional sejak tahun 2021. Zona ini terbentuk hingga lahirnya peraturan tentang revisi zona tradisional pada bulan November 2022.
Baca Juga:Rapat Pleno Pemilu 2024 Kec. KesambiPersiapan Pemungutan Suara Ulang Di Kec. Kesambi
Meskipun paguyuban telah memenuhi tahapan demi tahapan yang menjadi persyaratan untuk mencapai perjanjian kerjasama, namun akses warga belum juga terwujud hingga saat ini.
Aksi massa pagi itu berlangsung damai, dan perwakilan massa memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dengan Kepala Balai Taman Nasional Maman Surachman. Pertemuan ini juga difasilitasi oleh petugas dari Polres Kuningan dan Kodim. Setelah pertemuan, kesepakatan dan aspirasi masyarakat akan dipertimbangkan hingga bulan April mendatang.
Kepala BTNGC, Maman Surachman, menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima seluruh aspirasi yang disampaikan massa, dan mereka sedang mendorong pemenuhan sejumlah regulasi untuk mewujudkan kerjasama kemitraan tersebut. Dengan kejelasan regulasi, masyarakat akan memiliki payung hukum yang jelas saat melaksanakan kegiatan pemungutan HHBK dan terhindar dari masalah hukum. BTNGC berjanji untuk segera menindaklanjuti aspirasi masyarakat ini.
Regulasi terbaru mengenai kemitraan BTNC dengan masyarakat desa penyangga tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 14 Tahun 2023 tentang Penyelesaian Usaha dan/atau Kegiatan Terbangun di Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru.