Tradisi adat ngarot yang ada di Desa Lelea Kabupaten Indramayu, sebagai penanda musim tanam padi tiba, diselenggarakan setiap tahun dan diikuti oleh bujang dan gadis ngarot sebagai peserta yang turut memerihakan acara ini, berikut liputan selengkapnya.
Dalam sejarahnya adat ngarot di Desa Lelea ini adalah wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan hasil pertanian dan menandai dimulainyya musim tanam baru. Dahulu ada tokoh yang bernama Ki Tapol yang merelakan tanahnya seluas 2.610 hektar untuk para gadis dan perjaka atau dalam bahasa lelea biasa disebut bujang dan cuene, agar mereka dapat belajar bertani serta bisa mandiri dan berdaya dalam hidupnya.
Sejak saat itu tradisi ada ngarot terus dilanjutnya hingga kini yang diinisiasi pemerintah desa dan seluruh masyarakat Lelea, pada tahun ini peserta adat ngarot berjumlah 120 orang terdiri dari 70 cuene atau gadis dan 50 orang perjaka atau bujang. Dengan rangkaian acara yaitu pituah kolot, amanat kuwu dan pemberian simbolis alat dan bahan pertanian seprti bibit padi, air, cangkul, dan pupuk, sert berbagai hiburan yang menambah keriahan acara ini, seperti tanjidor, tari topeng, dan ronggeng.
Baca Juga:Jalan Sekitar Plangon Rawan KecelakaanHarga Kebutuhan Pokok Naik
Menurut Kepala Desa Lelea, Roidi, ngarot adalah adat yang harus terus dilestarikan dan dijaga selain penanda mulainya masa tanam baru juga sebagai menemangati kaum muda untuk cinta terhadap pertanian, dan beliau juga berpesan agar para pemuda untuk terus belajar bahasa sunda Lelea agar tidak hilang.
Peserta adat ngarot adalah warga Lelea yang masih gadis dan belum menikah, sehingga terdapat mitos jika bunga yang di kepaanya layu dan jatuh ke tanah menandakan gadis trsebut tidak perawan.
Ngarot diselenggarakan setiap tahun berkisar pada bulan Oktober hingga Desember, ketika musim hujan sudah tiba. Namun uniknya ngarot dari tahun-ketahun selalu diselenggarakan pada hari Rabu Pon atau Rabu Wage, sebagai penanda hari yang baik untuk diselenggarakan adat ngarot