RADARCIREBON.TV – Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Jaringan Cirebon bersama sejumlah tokoh adakan (#16HAKTP) di Keraton Kacirebonan, Kota Cirebon Pada Jumat, (08/12/2023). Mengangkat tema terkait “Kekerasan itu Nyata: UU TPKS adalah solusi”.
Koordinator Panitia Pelaksana Eva Zulfauzah mengakui bahwa kegiatan ini merupakan kolaborasi lintas komunitas dan lembaga untuk bersama-sama merespon kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang masih tinggi di Cirebon.
“Kekerasan seksual adalah masalah serius yang harus kita tuntaskan bersama,” dalam sambutannya.
Baca Juga:Speaker Aktif Bluetooth Rekomendasi Terbaik dan TermurahSpeaker Bass Terbaik, Harga Murah dan Spesifikasi Canggih
Di ketahui, lahirnya undang-undang no. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) memberikan landasan kuat untuk menegakan keadilan dan melindungi korban.
“Bukan semata tanggung jawab pemerintah saja, tetapi kita semua selalu masyarakat luas.” tegas Eva yang juga Koordinator GUSDURian Cirebon.
Hadir dalam diskusi, Selly Andriani,anggota Komisi VIII DPR RI ini menjelaskan semua pihak penting di lakukan.Mulai dari Pemerintah Pusat, Aparat Penegak Hukum, Pemerintah Daerah, Organisasi Masyarakat Sipil, dan Masyarakat.
“Masih banyak korban yang merasa masih kesulitan dalam mengakses layanan pelaporan, penanganan, pemulihan. Ini menjadi PR bagi kami, apakah ini hambatan di pemerintah daerah atau kurang publikasi,” terangnya.
Perdebatan Implementasi UU TPKS
Lanjutnya, di DPR Sendiri implementasi dari UU ini saat persidangan masih menjadi perdebatan di aparat penegak hukum.
“Dalam segi pemahaman dari aparat penegak hukum yang masih menggunakan KUHP menjadi kesulitan yang di hadapi pendamping untuk memberikan layanan maksimal,” katanya.
Pihaknya mengatakan, DPR RI akan berupaya mendorong Pemerintah dalam hal ini KemenPPA untuk secepatnya mengeluarkan 5 Peraturan Pemerintah dan 5 Perpres agar tidak tumpang tindih.
Baca Juga:Menpan-RB Tetapkan Libur Tahun Baru 2024 Total 29 Hari Lebih Panjang dan PuasTahun Baru Imlek 2024: Berikut Informasi Cuti Bersama Secara Nasional
Sementara itu, Saadah, dari Forum Pengada Layanan WCC Mawar Balqis menjelaskan kendala yang di hadapinya saat memberikan layanan kepada korban. Hak-hak korban yang di jamin dalam UU TPKS belum berjalan dengan baik.
“Misalnya dalam pelayanan kepada korban kekerasan seksual, tenaga layanan dan aparat penegak hukum harus sudah mendapatkan pelatihan.” ujarnya, dalam kesempatan yang sama diskusi UU TPKS.
Muatan UU TPKS mengamanatkan untuk memberikan hak restitusi kepada korban. Tetapi tidak di sampaikan kepada korban. Saadah berharap hak-hak hukum korban dapat dipenuhi.
“Masih banyak aparat penegak hukum Kepolisian yang tidak mau menggunakan UU TPKS karena belum ada aturan turunan pelaksananya. Padahal, Kapolri sudah mengeluarkan telegram intruksi untuk menggunakan UU TPKS,” jelas Sa’adah.
Dari segi pandangan hukum sendiri turut menanggapi Kanit PPA Polres Cirebon Kota, Ipda Iman Hendro, UU TPKS ini penting sekali. Tetapi aparat masih menggunakan KUHP dalam beberapa kasus.
“Tentu harus ada aturan turunan yang spesifik dalam melaksanakan UU ini,” katanya.
Turut hadir dalam kegiatan Sultan Kacirebonan, Pangeran Abdulgani Natadiningrat, dan Hadir sebagai pembicara pada kegiatan ini, Selly Andriani (anggota Komisi VIII DPR RI), Pangeran Roeslan Amiril Moekminin (Pusat Bantuan Hukum Kacirebonan), Sa’adah (Forum Pengada Layanan WCC Mawar Balqis), Ipda. Iman Hendro (Kanit PPA Polres Cirebon Kota), dan Dr. Beni dari Pusat Pelayanan Terpadu RS. Gunung Jati serta di fasilitasi oleh Alifatul Arifiati dari Fahmina Institut.