Shuttlecock atau di Indonesia biasa disebut “Kok”, sebagai sarana dipukul olahraga bulutangkis. Di Kabupaten Tegal, ada satu desa yang masyarakatnya memproduksi kerajinan kok. Berikut liputannya untuk anda.
Siapa sangka, Kabupaten Tegal yang penduduknya mencari penghidupan dari aktifitas sebagai perajin kok. Desa Lawatan, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, sebagai desa yang mayoritas masyarakatnya, sebagai perajin kok.
Dalam sistem produksinya, perajin boleh dibilang hanya merakit saja, proses pembuatan mulai dari pencucian bahan baku berupa bulu unggas, pengguntingan, penjahitan, pemasangan bulu hingga pembentukan kok dilakukan para perajin di desa itu. Sementara seluruh bahan produksi dikirim oleh pengusaha yang mengontrak jasa mereka. Perajin tinggal menyesuaikan dengan standar yang disyaratkan pengusaha.
Baca Juga:TPAS Kubangdeleg Masih Belum Beroperasi Ruas Jalan Sindanglaut Pabuaran RusakÂ
Dalam sehari, ternyata para perajin kok di Desa Lawatan saja sanggup memproduksi hingga 3.600 buah kok. Satu diantaranya, Akhmad Husain, ia mengaku sudah menjadi pengrajin kok dari tahun 1980, awalnya dirinya menjadi karyawan di tetangganya.
Menurutnya, segi marketing menjadi tantangan terberat produksi kok miliknya, karena harus bersaing dengan berbagai merk shuttle kok yang lebih dikenal masyarakat. Selain itu permasalahan permodalan menjadi penghambat dalam mengembangkan sentra industrinya.
Dari hasil produksinya, Husain bisa meraup omset yang fantastis yaitu sekitar 24 juta rupiah perhari, namun jumlah tersebut lebih sedikit dari tahun sebelumnya atau turun sekitar 50 persen.
Mereka pun memiliki branding merek dan punya pasar sendiri-sendiri, hasil kerajinan koknya sendiri dipasarkan ke seluruh Indonesia. Mayoritas ke Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera, masih di sekitar Indonesia saja.