Stasiun Pekalongan/ foto: Wikipedia/
RADARCIREBON.TV – Bertempat di Jl. Gajah Mada, Bendan, Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, ada stasiun kereta api bernama Stasiun Besar Kota Pekalongan (PK).
Karena lokasinya yang persis di Jalan Pantura, Stasiun Pekalongan berada di lokasi yang sangat menguntungkan. Stasiun ini berada di Daerah Operasi 4 Semarang dan terletak pada ketinggian +4 m di atas permukaan laut.
Dulunya ada sambungan kereta api yang menghubungkan Kedungwuni dan Wonopringgo, namun pasukan Jepang menghancurkannya saat Perang Dunia II.
Baca Juga:Mari Mengenal Batik PekalonganBingung Nyari Penginapan? Ini Rekomendasi Hotel Murah di Baturaden
Banyak jalur kereta api yang mengarah ke Pelabuhan Pekalongan namun sudah tidak aktif lagi. Selain itu, stasiun ini memiliki Gudang Logistik dan Sub Depot Lokomotif.
Sejak 1 Februari 1899, Stasiun Pekalongan sudah bisa di akses masyarakat umum. Bersamaan dengan peresmian, juga di resmikan penampang akhir jalur trem uap Cirebon-Pekalongan-Semarang sepanjang 33,8 kilometer.
Sejarah Awal
Stasiun Pekalongan awalnya dibangun oleh pengusaha trem swasta Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) dengan bentuk yang sangat sederhana, mirip dengan stasiun lain di jalur yang sama.
Fungsi struktur di prioritaskan pada saat desain stasiun sebelumnya (1899–1919), yang tidak memiliki ukiran atau hiasan khas lainnya.
Tujuan utama stasiun ini selama beberapa tahun pertama beroperasi adalah sebagai lokasi untuk mengumpulkan produk ekspor sebelum di angkut ke pelabuhan Semarang.
Struktur administrasi stasiun, yang terdiri dari bangunan bata polos dengan atap genteng dan kanopi kayu untuk bongkar muat penumpang dan kargo, adalah sisa dari stasiun Pekalongan asli sebelum di renovasi.
Kritik liberal terhadap sistem tanam paksa (1830–1870) juga memengaruhi persepsi sebagian orang Belanda tentang kewajiban moral mereka untuk menjamin kesejahteraan penduduk asli Indonesia sekitar awal abad ke-20.
Baca Juga:3 Rekomendasi Wisata Baturaden Purwokerto – Harga Tiket 20234 Wisata Populer Baturaden, Kesini Yuk!
Pidato Wilhemina saat penobatannya sebagai Ratu Belanda pada 17 September 1901 menjadi klimaksnya.
Salah satu langkah politik etis yang muncul akibat pidato tersebut menyangkut pendidikan masyarakat adat.
Di pulau Jawa, kota-kota besar termasuk Batavia, Bandung, Semarang, dan Surabaya mendirikan sekolah-sekolah untuk penduduk asli sepanjang awal abad ke-20, meskipun pendaftarannya relatif kecil.
Tak heran, banyak keluarga priyayi menyekolahkan anaknya ke Semarang di Pekalongan.
Selain kalangan terpelajar, banyak orang dari pedesaan yang melamar pekerjaan di kontraktor BOW (Kementerian Pekerjaan Umum Belanda) dan ditugaskan ke berbagai lokasi di Pulau Jawa untuk menyelesaikan berbagai proyek pemerintah.
Akibatnya, terjadi peningkatan kemacetan arus penumpang antarkota di stasiun Pekalongan.
Stasiun Pekalongan mengalami renovasi besar-besaran sebagai bagian dari proyek pembangunan jalan trem Cirebon-Pekalongan-Semarang (1912–1921) untuk mengubahnya menjadi jalur kereta api.
SCS menghancurkan stasiun lama dan mendirikan stasiun baru yang lebih mengesankan.
Pada tahun 1919, stasiun anyar Pekalongan di buka secara resmi. Juga, arsitektur di tingkatkan untuk membuat penumpang merasa lebih di sambut,
Penutup samping kanopi tidak mengalami perubahan bentuk, namun penambahan 18 jendela kotak kaca memberikan tampilan yang lebih kontemporer dan memungkinkan ventilasi cahaya, membuat area di bawahnya lebih terang.
Ini penting karena ada sejumlah bangunan bata yang di gunakan untuk kantor pemerintah daerah dan pengoperasian layanan kereta api di bawah kanopi.
Desain Yunani kuno masih terlihat dalam arsitektur bangunan di bawah kanopi, tetapi ada nada “Art Nouveau” yang lebih kuat, yang menekankan kesederhanaan dan perhiasan yang jarang.
Mereka yang melihatnya benar-benar terpesona oleh betapa megahnya tampilannya, mengingat kontras antara konstruksi bangunan yang lugas di bawah kanopi dan tampilan rumit dari balok-balok kayu yang menyatu satu sama lain di dasar atap kanopi.***