RADARCIREBON.TV – Nikah siri adalah fenomena pernikahan yang masih kerap terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, tak terkecuali di Cirebon. Adalah hal yang perlu di ketahui bersama mengenai definisi, syarat dan dampaknya bagi seseorang.
Secara umum, nikah siri adalah melangsungkan pernikahan tanpa mencatatkan pernikahannya di instansi berwenang, dalam hal ini Kantor Uruan Agama (KUA).
Pernikahan seperti ini banyak di perdebatkan karena status sah atau tidaknya orang-orang yang melakukan dengan cara tersebut.
Baca Juga:Hukum Melaksanakan Nikah Siri, Bagaimana Hukumnya Menurut Islam?Tak Perlu Antre! Ini Cara Pesan Tiket Kereta Untuk Lebaran 2023
Bukan hanya soal keabsahan, perdebatan pernikahan ini juga terdapat pada status anak yang lahir pada pernikahan tersebut.
Dampak dari pernikahan siri juga tentunya harus benar-benar di pahami. Kamu perlu tau, nih, bedanya nikah secara resmi dan tercatat di KUA dengan pernikahan siri.
Pengertian Nikah Siri
Pernikahan siri adalah sebagai bentuk pernikahan yang di lakukan berdasarkan hukum agama, tetapi tidak di umumkan kepada khalayak serta tidak tercatat resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor Catatan Sipil.
Dengan kata lain, nikah siri adalah pernikahan yang sah secara agama, namun tidak sah di mata hukum.
Ciri-ciri Nikah Siri
Pernikahan tanpa wali
Pernikahan tanpa wali ini merupakan pernikahan yang di lakukan secara rahasisa karena pihak wali perempuan tidak setuju atau karena mengangggap sah pernikahan tanpa wali atau hanya karena ingin menuruti nafsu syahwat belaka, tanpa mengindahkan ketentuan syariat Islam.
Pernikah yang terkesan rahasia
Beberapa yang terjadi di masyarakat, pernikahan siri memang identik dengan stigma negatif bahkan terkesan rahasia. Ini terjadi karena ada faktor-faktor yang menjadi pertimbangan, sehingga memaksa seseorang yang nikah siri merahasiakan pernikahannya.
Pernikahan siri dalam pandangan agama boleh kalau rukunnya terpenuhi
Meski rukunnya terpenuhi, tetap saja pernikahan seperti ini tidak akan memiliki bukti atau akta otentik sebagai bentuk keabsahan dari negara.
Baca Juga:Cara Pesan dan Cetak Tiket Lebaran 2023 di Stasiun Cirebon, Simak Selengkapnya!Sudah Dibuka! Pesan Tiket Kereta Lebaran 2023 Dari Sekarang
Adapun mengenai sahnya perkawinan tertulis dalam Pasal 2 Ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”
Maka selama pernikahan berlangsung sesuai dengan agama yang di anut, maka pernikahan tersebut dianggap sah secara hukum, baik pernikahan tersebut di laksanakan di hadapan petugas yang di tunjuk oleh undang undang maupun tidak (siri atau di bawah tangan).
Namun yang menjadi persoalan, terkait pembuktian adanya pernikahan tersebut, yang menurut aturan perundangan hanya dapat di buktikan dengan Kutipan Akta Nikah, yang diterbitkan oleh Pegawai Pencatat Nikah atau Kutipan Akta Perkawinan oleh catatan sipil.
Sehingga, saat sebuah pernikahan tidak di laksanakan di depan petugas yang di tunjuk, maka akan kesulitan terhadap pembuktian pernikahannya, sebab tidak tercatat pada institusi yang berwenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974.
“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan UU yang berlaku”.
Dampak Nikah Siri
Selain dampak yang paling jelas mengenai tidak mendapatkannya akta nikah dari instansi berwenang, hal ini juga ternyata memiliki dampak lainnya yang negatif.
Di antaranya seperti
- Tidak adanya kejelasan status wanita sebagai istri siri.
- Akan ada banyak kasus poligami terjasi.
- Pelecehan terhadap wanita sangat mungkin terjadi imbas pelampiasan nafsu sesaat kaum lelaki
- Pihak wanita tidak memiliki kekuatan hukum jika terjadi sesuatu yang menurutnya tidak sesuai dengan yang semestinya ada di pernikahan. Seperti halnya untuk menuntut perceraian kepada suami.
Itulah pengertian, ciri serta bagaimana dampak nikah siri bagi seseorang yang memilih jalan tersebut. Wallahu a’lam.